Methanews, Mojokerto – Beberapa waktu lalu Presiden ke-7 RI Joko Widodo melaporkan beberapa orang atas dugaan fitnah, dan pencemaran nama baik menggunakan media elektronik.
Berkaitan dengan hal tersebut, saya berpendapat bahwa sepatutnya proses pemeriksaan terhadap Roy Suryo, Egi Sudjana, Rizal Fadhilah dkk sepatutnya “ditunda” terlebih dahulu, dengan 4 (empat) dalil hukum sebagai berikut:
Pertama, yang dilaporkan oleh Jokowi terhadap rekan-rekan tersebut yaitu yang menjadi “objek” laporan sedang dilakukan proses pemeriksaan di Pengadilan dengan perkara gugatan perdata yaitu terkait tuduhan ijazah palsu.
Dalam hal ini, apabila ada suatu hubungan terkait permasalahan perdata yang sedang berjalan di pengadilan dengan tuduhan perbuatan pidana secara bersamaan, harus diputus terlebih dahulu perkara perdatanya sebelum mempertimbangkan pidananya. Ini disebut dengan istilah ”prejudicial geschill” sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1980.
Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (Perma No.1/1956). Disebutkan dalam Pasal 1 Perma No.1/1956 bahwa: “Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.”.
Dalam kondisi itu, penegak hukum sepatutnya menangguhkan terlebih dahulu proses pidananya sebelum hakim memutus perkara perdata terkait sampai Berkekuatan Hukum Tetap atau “inkracht van gewijsde”;
Kedua, apabila rekan-rekan tersebut telah lebih awal membuat laporan atau pengaduan kepada polisi terhadap Joko Widodo tentang dugaan ijazah palsu, maka sepatutnya Polri menindaklanjuti terlebih dahulu laporan rekan-rekan tersebut. Hal ini sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mengatur tentang perlindungan hukum terhadap saksi, korban, saksi pelaku, dan pelapor terkait kesaksian dan/atau laporan yang mereka berikan dalam proses hukum. Pasal ini menjamin bahwa mereka tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata;
Ketiga, apabila Joko Widodo memiliki ijazah asli yang kemudian ditunjukkan kepada Polisi pada waktu membuat Laporan Polisi. Maka secara “tafsir contrario” muncul pertanyaan kenapa Jokowi tidak menunjukkan ijazahnya pada waktu proses pemeriksaan di Pengadilan agar polemik ini selesai dengan cepat dan sebagai bentuk penghormatan kepada Majelis Hakim dan Pengadilan. Atau pertanyaan lanjutannya adalah mungkinkah Jokowi “menikmati” polemik tersebut?;
Keempat, dari beberapa orang yang dilaporkan berprofesi sebagai Penegak Hukum yaitu advokat. Penegak Hukum atau berasal dari istilah ”Law Enforcement, Setidaknya ada empat Penegak Hukum dalam sistem peradilan Indonesia: advokat, kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Advokat memiliki tugas dan tanggung jawab yang salah satunya adalah bebas mengeluarkan pendapat dalam membela perkara sesuai kode etik profesi. Hal ini sepatutnya perlu dijadikan pertimbangan mengenai laporan Joko Widodo.
